Ilustrasi ( Foto @Ceramah Bersama ) |
"Bu maafkan kesalahan Bapak, ya. Bapak juga titip anak asuh kita," pesan yang tak biasanya keluar dari Romli.
"Iya Pak, hati - hati ya," sahut Sunarti, istrinya.
Percakapan pagi itu begitu gayeng, sangat cair dan nyaman. Sunarti bergegas mencium tangan suaminya, seperti yang ia lakukan di pagi - pagi sebelumnya saat suaminya berangkat ke pasar.
"Assalamualaikum, " sambung Romli disambut jawaban salam sang istri.
Tapi, tatapan mata Sunarti tetap mengikuti kepergian suaminya. Seolah ada yang mengganjal, Sunarti pun menarik napas panjang.
"Ya Allah, semoga suami saya tidak kenapa - kenapa," doanya begitu bayangan suaminya sudah menghilang di tikungan jalan.
Rupanya, pagi itu Romli agak kurang enak badan. Sunarti sudah berusaha mencegah suaminya agar istirahat, tidak berjualan dulu karena kondisinya tidak sehat.
"Ya begitu itu Bang Romli, sakit sedikit tidak dihiraukan," Terang Nanik, adiknya membenarkan kisah yang terjadi saat Ramadan tahun lalu itu.
Memang, Romli tipe pekerja keras. Jika tidak berhalangan berat, ia selalu pergi untuk berjualan ikan di pasar, termasuk saat bulan puasa.
Waktu pun terus bergulir, terik matahari pun mulai hangat. Sunarti masih setia di rumah menunggu kedatangan suaminya. Tapi, baru sekitar pukul 09.30, ia dikejutkan suara suaminya uluk ( mengucapkan ) salam.
"Assalamualaikum," begitu salam Romli di depan pintu.
"Loh, kok sudah pulang Pak," tanya Sunarti heran karena memang Romli pulang tidak pada jam biasanya.
"Iya Bu, dadaku sesak," jawab Romli.
"Jangan dipaksa puasa Pak, cepat minum obat sana," sahut Sunarti sambil memapah suaminya masuk ke dalam rumah.
"Minum dulu ya Pak, jangan puasa," seru Sunarti.
Tapi, Romli menggelengkan kepala. "Nggak Bu, aku masih kuat," jawabnya.
MEMAKSA BERPUASA
Sebagai istri, Sunarti khawatir akan terjadi apa - apa pada suaminya. Setelah suaminya agak tenang, Sunarti pun minta bantuan tetangganya untuk mengantarkan kedokter. Meski awalnya menolak, akhirnya Romli pun mengangguk juga.
"Tapi saya tetap puasa loh Bu," tegas Romli.
Tak lama, mereka pun sampai ke rumah sakit yang mereka tuju. Setelah diperiksa, dokter pun menyarankan agar Romli segera minum obat.
"Ayo Pak, langsung diminum obatnya, jangan terlambat ya," sambung dokter.
"Waduh Pak Dokter, apa tidak bisa ditunda nanti Magrib ya, nutukno (meneruskan), puasa saya," jawab Romli mengejutkan sang dokter.
"Wah, jangan puasa - puasa dulu Pak. Bapak harus segera minum obat," desak dokter.
"Ini demi kesehatan Bapak," desak dokter lagi.
Akhirnya, Romli tidak bisa menolak perintah dokter. Akibat sakit yang dideritanya, ia pun harus rela terbaring di rumah sakit untuk menjalani perawatan lebih intensif.
"Astagfirullah," tegar bibir Romli seakan menyesali mengapa dia tidak bisa melanjutkan puasanya.
Sunarti, sang istri, terus berusaha menguatkan hati suaminya. ia terus meyakinkan sang suami bahwa nasihat dokter agar Romli membatalkan puasanya bukan sesuatu yang salah.
"Nggak apa-apa Pak, kan bapak lagi sakit," seru Sunarti menguatkan suaminya yang tampak sedih akibat tidak bisa meneruskan puasanya hari itu.
Keadaan Romli semakin kritis. Perawat rumah sakit pun sibuk keluar masuk kamar Romli. Seolah keadaan darurat, mereka bergegas memasang infus di tubuh Romli.
"Ayo Pak, dipasang infus dulu ya," seru sang perawat.
Tapi, sebelum jarum suntik untuk infus menancap, Romli buru - buru berseru, "Bu, saya shalat dulu," izin Romli.
Kontan semua yang ada di ruangan itu saling pandang. "Sebentar Pak, Bapak diinfus dulu ya," seru Sunarti memberikan keputusan.
"Ashadu an-Laa ilaaha ilallah...," getar bibir Romli mengantarkan jarum infus itu menembus kulitnya.
Tapi, hal mengkhawatirkan terjadi. Beberapa detik setelah jarum ditusuk, jantung Romli berhenti berdetak.
Sementara Romli hanya terdiam tak berkutik. Denyut jantungnya menghilang, napasnya sudah tak terdengar. "Inna Lillahi wa inna ilaihi raajiun," getar semua orang yang ada di ruangan itu.
Dokter pun meyakinkan bahwa memang Romli sudah meninggal dunia.
Kematian Romli menjadi perbincangan seluruh warga sekitar. Pasalnya, sosok Romli sangat berbudi mulia. ia lebih memilih berpuasa dan tak takut mati.
Lebih dari itu, sebagaimana dituturkan Nanik, Romli memang hidup sederhana. Tapi, keterbatasan ekonomi tak mengurungkan niat almarhum menebar kebaikan. Di rumahnya, ada anak yatim yang ia pelihara dengan penuh kasih sayang, seperti anaknya sendiri.
"Jadi meski hidupnya sederhana, Bang Romli ini juga menampung anak yatim. Subhanallah," ungkap warga Kebayoran Lama, Jakarta itu.
0 comments:
Posting Komentar