Ilustrasi Buraq Kendaraan Nabi Muhammad Kala Isra Mi'Raj ( Foto @U-Report ) |
BURAQ DALAM AL-QUR'AN
Dalam al-Qur'an, istilah buraq sama sekali tidak disebutkan. Al-Qur'an hanya menyebut kata barqu, yang dalam kamus bahasa diartikan sebagai "kilat". Kata barqu inilah yang kemudian dijadikan padanan untuk nama buraq.
Kata barqu dalam arti kilat disebut dalam al-Qur'an, surat al-Baqarah, ayat 19 dan 20, yang berbunyi :
"Atau seperti (orang - orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guntur dan kilat (barqu); mereka menyumbat telinga mereka dengan anak jari - jari mereka, karena (mendengar suara) petir, sebab takut pada kematian. Padahal Allah meliputi orang - orang yang kafir. Hampir - hampir kilat (barqu) itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu."
Ayat lain yang mencantumkan kata barqu adalah Surat al-Ra'du ayat 12 yang artinya, "Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung."
Dr. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbab : Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur'an, mengartikan kilat pada ayat - ayat di atas sebagai cahaya yang berkilat dan berkelebat sangat cepat. ia adalah ciptaaan Tuhan sebagai tanda sebentar lagi hujan turun atau badai sedang terjadi.
Tidak adanya penjelasan secara khusus dalam Al-Qur'an mengenai kendaraan buraq ini membuat sebagian orang memiliki persepsi yang berbeda - beda tentang buraq. Apakah buraq itu sebuah binatang bersayap atau pesawat terbang ? Jika binatang bersayap, apakah bentuknya seperti kuda atau yang lainnya ? Jika sebuah pesawat, apakah ia seperti UFO atau pesawat terbang ?
Seseorang yang menganggap buraq bukan binatang bersayap, tetapi pesawat terbang berpendapat bahwa sayap hanya dapat berfungsi dalam lingkungan atmosfir planet di mana udara ditunda ke belakang untuk gerak maju ke muka atau ditekan ke bawah untuk melambung keatas.
Udara begitu hanya berada dalam troposfir yang tingginya 6 hingga 16 km dari permukaan bumi. Sementara, dalam isra mi'raj, Nabi harus menempuh perjalanan menembus luas angkasa yang hampa udara di mana sayap tak berguna malah menjadi beban. Jadi, tidak logis jika Nabi menggunakan kendaraan binatang untuk sampai ke sidratul muntaha, sebuah galaksi terjauh daari galaksi bimasakti kita, yang ada di jagat raya.
Sementara orang yang berpendapat bahwa buraq adalah binatang bersayap justru berpikir sebaliknya. Pendapat ini mengkritik pandangan di atas yang melihat segala sesuatu dengan logika dan tidak melirik pada aspek kekuasaan Tuhan. Menurut pendapat ini, apa pun bisa terjadi jika Tuhan sudah berkehendak. Jika Nabi sendiri tidak terbakar kulitnya saat ke sidratul muntaha, hal itu juga berlaku bagi buraq - apalagi, buraq bukanlah binatang pada umumnya seperti yang kita lihat di dunia. Tetapi, binatang surga yang sengaja diutus Allah untuk menemani Nabi Muhammad Saw.
Pendapat yang terakhir ini justru menganggap pendapat pertama yang tidak logis. Apakah pesawat terbang juga tidak terbakar ketika menembus sistem galaksi bimasakti kita dengan kecepatan sangat tinggi ? Jika hitung - hitungannya matematis, maka baik pesawat terbang, binatang atau Nabi pasti terbakar. Tetapi, faktanya tidak demikian. Karena itu, melihat kasus isra mi'raj Nabi, jangan menggunakan logika, tapi imam (keyakinan).
Lagi pula, pendapat yang mengatakan bahwa buraq adalah pesawat terbang hanya berdasarkan pada kemungkinan - kemungkinan saja, sementara yang berpendapat buraq adalah binatang bersayap berdasarkan pada hadits Nabi Saw.
BURAQ DALAM HADITS
Konon, pada tanggal 27 Rajab, Allah memberikan wahyu pada Jibril yang berbunyi, "Janganlah engkau bertasbih pada malam ini dan engkau Izrail jangan mencabut nyawa pada malam ini."
Jibril bertanya, "Ya Allah, apakah kiamat telah sampai ?"
Allah berfirman, "Tidak, wahai, Jibril. Tetapi pergilah engkau ke surga dan ambillah buraq dan terus pergi kepada Muhammad dengan buraq itu."
Kemudian Jibril pun pergi dan dia melihat 40.000 buraq sedang bersenang - senang di taman surga dan di wajah masing - masing terdapat nama Muhammad. Di antara 40.000 buraq itu, Jibril terpandang pada ekor buraq yang sedang menangis bercucuran air matanya. Jibril menghampiri buraq itu lalu bertanya, "Mengapa engkau menangis, ya buraq !"
Berkat buraq, "Ya Jibril, sesungguhnya aku telah mendengar nama Muhammad sejak 40 tahun, maka pemilik nama itu telah ternama dalam hatiku dan aku sesudah itu menjadi rindu kepadanya dan aku tidak mau makan dan minum lagi. Aku laksana dibakar oleh api kerinduan."
Berkat Jibril, "Aku akan menyampaikan engkau kepada orang yang engkau rindukan itu."
Kemudian Jibril memakaikan pelana dan kekang kepada buraq itu dan membawanya kepada Nabi Muhammad.
Kita boleh percaya atau tidak dengan cerita di atas, sebab saya mengambilnya dari www.malaysianiaga.com. Apakah cerita itu benar - benar diambil dari hadits Nabi yang sahih atau hadis qudsi ? Sebab, dalam tulisan itu sama sekali tidak disebutkan sumber riwayatnya.
Tapi, persoalan buraq merupakan binatang adalah nyata adanya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Aku telah didatangi Buraq yaitu seekor binatang yang berwarna putih, lebih besar dari keledai tetapi lebih kecil dari baghal. Ia merendahkan tubuhnya sehingga perut buraq tersebut menempel ke bumi." (HR. Bukhari Muslim).
Setelah didatangi buraq, Nabi langsung menungganginya sehingga sampai Baitul Maqdis. Setelah itu beliau mengikatnya pada tiang masjid. Sejurus kemudian beliau masuk ke dalam masjid dan mendirikan shalat sebanyak dua rakaat. Selesai shalat beliau keluar. Jibril datang dengan membawa semangkuk arak dan semangkuk susu. Jibril menyuruh Nabi untuk memilih : susu atau arak. Nabi memilih susu. Jibril pun berkata : Engkau telah memilih fitrah.
Setelah itu Jibril membawa Nabi ke langit. Sejak langit pertama sampai langit ke rujuh, berturut - turut Nabi bertemu dan disambut oleh para Nabi seperti Nabi Adam (langit pertama), Nabis Isa dan Zakaria (langit kedua), Nabi Yusuf (Langit ketiga), Nabi Idris (langit keempat), Nabi Harun (langit kelima), Nabi Musa (langit ke enam), dan Nabi Ibrahim (langit ke tujuh).
Setelah sampai langit ketujuh, Nabi menuju Sidratul Muntaha. Di Sidratul Muntaha itulah, akhirnya Nabi mendapatkan perintah dari Allah untuk mengerjakan shalat lima waktu.
Demikian proses perjalanan Nabi dalam isra mi'raj untuk menerima perintah shalat. Dari keterangan hadits di atas tampak bahwa buraq adalah seekor binatang yang berwarna putih, bukan sejenis pesawat terbang.
Bahkan, sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas, Rasulullah menjelaskan bahwa buraq itu adalah dabbah, yang menurut penafsiran bahasa Arab adalah suatu mahkluk hidup berjasad, bisa laki - laki bisa perempuan, berakal dan juga tidak berakal.
BURAQ DALAM PERSPEKTIK ILMIAH
Dalam perspektik ilmiah, buraq sendiri sering diartikan sebagai "burung cendrawasih" yang oleh kamus diartikan dengan "burung dari surga" (bird oe paradise). Makna ini tidak meleset jauh dengan keterangan hadits yang menyebutkan buraq memiliki sayap. Bila dianalogikan, mungkin, buraq lebih mirip pada kuda atau keledai dalam bentuknya, tapi mirip burung pada fungsinya.
Sebagai kendaraan surga, buraq memiliki kecepatan yang sangat luar biasa seperti kilat. Konon. para sarjana telah melakukan sebuah penelitian dan berkesimpulan bahwa kilat atau sinar bergerak sejauh 186.000 mil atau 300 km/detik; dan jarak antara satu galaksi ke galaksi lain sekitar 170.000 tahun cahaya. Tetapi, luar biasa sekali, Sidratul Muntaha yang entah terletak dimana, bisa ditempuh buraq hanya dalam setengah hari. Padahal, untuk menerobos garis tengah jagat raya saja memerlukan waktu 10 milyar tahun cahaya.
Kejadian ini nampaknya begitu aneh dan bahkan tidak mungkin menurut peradaban manusia saat ini. Karena itu, Keneth Behrendt, seorang konsultan teknik dan ahli kimia Amerika, mengungkapkan pesimistiknya mengenai perjalanan keluar angkasa jika hanya mengandalkan teknologi pesawat saja.
Berbeda dengan Kenneth Behrendt, Garnow justru perpendapat sebaliknya. dalam buku Physies Foundations and Frontier, Garnow menyebutkan bahwa jika pesawat ruang angkasa dapat terbang dengan kecepatan tetap menuju pusat sistem galaksi Bima Sakti, ia akan kembali setelah menghabiskan waktu 40.000 tahun menurut kalender bumi. Tetapi menurut pilot, penerbangan itu hanya menghabiskan waktu 30 tahun saja. Perbedaan tampak begitu besar lebih dari 1.000 kalinya. Menurut, jarak atau waktu menjadi semakin mengkerut atau menyusut bila dilalui oleh kecepatan tinggi yang menyamai kecepatan cahaya.
Tapi, bisakah sebuah pesawat yang paling canggih sekalipun mencapai Sidratul Muntaha ? Jelas tidak bisa, kecuali atas Kuasa Allah. Karena itu, kemampuan buraq bisa menerbos jagat raya hingga sampai galaksi terjauh adalah sebuah misteri yang sangat sulit sekali terpecahkan, hingga kapan pun. Sebab itu, jangan pakai logika, tapi iman dalam memahami kecepatan buraq ketika menemani Nabi berisra mi'raj.
0 comments:
Posting Komentar