Ilustrasi Ritual UNAs ( Foto @U-Report ) |
Selanjutnya, dengan membawa pensil 2B dan penghapus yang akan dipakai mengerjakan soal UNAS, para siswa mendekat ke seorang kiai dan satu per satu pensil mereka dirajah menggunakan tulisan Arab.
Di sela - sela merajah pensil itu, para siswa terus melantunkan bacaan surat - surat pendek. Sesudahnya, mereka juga diberi air minum botol yang dianjurkan diminum sebelum berangkat ke sekolah.
Tidak hanya merajahi pensil, di Pasuruhan sejumlah siswa melakukan ritual mandi kembang agar lulus ujian nasional. Sementara di Magetan, ritual unik dilakukan puluhan siswa sebuah madrasah. Para siswa melakukan ritual membasuh kaki ibu mereka.
Ritual ini dipercaya akan memberi dukungan moral dan wujud dari meminta doa restu orang tua. Sebelum ritual basuh kaki sang ibu, para siswa dan jajaran guru setempat juga melaksanakan shalat Duha dan doa bersama.
Ritual basuh kaki dilakukan dalamn suasana penuh haru. Satu per satu siswa juga sungkeman ke para ibu yang hadir. Sejumlah siswa dan ibu mereka meneteskan air mata hingga berpelukan.
Benarkah beberapa ritual yang tidak ada tuntunan dalam Islam itu dapat membantu siswa sekolah sukses lulus UNAS dengan nilai yang memuaskan ?
HANYA TRADISI
Sekjend Himpunan Ilmu dan Sarjana Syariah Indonesia (HISSI), JM Muslimin mengatakan, ritual seperti mandi kembang atau mencuci kaki ibu atau ritual lain, otomatis dari sudut pandang hukum Islam hal tersebut tidak ada korelasinya dengan Islam. Tapi, itu sesungguhnya adat dan tradisi saja. Jadi, tidak ada kaitannya dengan syariat Islam.
Praktiknya itu berdasarkan adat tiap daerah saja. "Mengapa masyarakat masih percaya ritual yang nyeleneh itu ? Karena hal tersebut sudah menjadi tradisi yang mendarah daging, sehingga sulit untuk dihilangkan, seperti praktik - praktik lain. Tradisi memang ada tradisi yang baik, ada yang tidak. Sepanjang hal itu tradisi tidak baik, kita sebaiknya orang Islam harus mengikuti jalur secara Islam," paparnya.
Dikatakan, banyak daerah yang punya kebiasaan masing - masing. Seperti halnya dengan sekolah atau guru yang menginstruksikan siswanya melakukan mandi kembang. Tapi di sisi lain mungkin ingin memotivasi secara psikologis, untuk menambah kepercayaan diri seperti orang yang ingin bertanding dalam sebuah pertandingan, ada hal - hal tertentu untuk menambah kepercayaan dirinya.
"Untuk lulus dan sukses ujian, tidak harus melakukan ritual yang aneh. Yang perlu dilakukan adalah usaha dan ikhtiar. Usaha itu dengan mengikuti bimbingan belajar, dengan belajar lebih ekstra daripada biasanya, usaha - usaha yang bersifat fisik dan manusiawi. Kedua, Islam sama dengan yang lain, usaha dan doa, setelah berusaha kewajiban kita bertawakkal dan berdoa, harus ada unsur keduanya. Usaha bersifat fisik atau aqliya, sedangkan bersifat spiritual dengan pendekatan kita dengan Allah SWT," paparnya.
Ditambahkan, sekolah perlu melakukan zikir bersama, shalat Hajat atau Tahajud bersama. "Mengondisikan mental mereka dengan ritual doa, jangan mengondisikan mental dengan hal - hal yang menyeramkan. Yang alamiah saja, usaha spiritual yang dianjurkan oleh Nabi, kita wirit, kita zikir berdoa seperti yang dilakukan oleh Nabi. Bermunajat kepada Allah, itu alamiah yang disunnahkah. Sedangkan hal-hal lain, sifatnya pelengkap. Itu pun jika tidak bertentangan dengan hati nurani kita," pungkasnya.
BERGANTUNG ORANGNYA
Dra. Soraya Adnani Msi, dosen Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ritual seperti itu biasanya masih dilakukan oleh masyarakat yang kejawennya kuat. Kalau dalam Islam sebenarnya tidak ada tradisi semacam itu. Menurutnya, kita sebagai orang Islam sebaiknya kalau meminta pertolongan itu kan seharusnya kepada Allah SWT. Kalau tradisi itu diyakini sebagai kepercayaan agar bisa menolong kita selamat dalam ujian, itu jelas tidak boleh, bisa dikatakan musyrik. Tapi kalau praktik itu sekedar ditempatkan sebagai tradisi atau prilaku budaya, itu tidak masalah. "Iya itu praktik budaya saja. Sejauh orang melaksanakan tradisi itu sekedar untuk melestarikan budaya tidak masalah. Hanya saja menjadi masalah, ketika praktik itu ditempatkan serupa sebagai prilaku ibadah untuk memohon pertolongan. Saat ini kita harus bisa membedakan, mana itu praktik budaya dan mana itu praktik ibadah yang merupakan tuntunan agama," jelasnya.
Selama orang yang melaksanakan tradisi itu bisa memahami perbedaan keduanya, lanjutnya, tidak ada masalah. "Sejauh pemahaman saya, itu adalah bentuk akulturasi budaya antara Islam dan budaya lokal. dalam Islam sendiri tidak mengajarkan itu," tandasnya.
Dikatakan, kebiasaan itu adalah sesuatu yang tidak mudah ditinggalkan. Apalagi ketika kebiasaan itu terkait dengan kepercayaan. dalam sejarah Islam di Indonesia, Wali Songo itu menyebarkan Islam dengan pendekatan yang akulturatif, sehingga Islam dengan mudah diterima oleh masyarakat. dalam kajian budaya, ada tujuh unsur kebudayaan adalah satu unsur yang memang sulit diubah. Sekalipun keyakinan masyarakat berubah mengenai Tuhan, tapi kepercyaaan atas tradisinya tidak serta merta bisa diubah.
"Apakah budaya itu bisa atau tidak menjerumuskan pada kemusyrikan itu bergantung pada keyakinan orang per orang. Tidak hanya mandi kembang dan cuci kaki, orang yang datang ke kuburan, itu bisa menjadi masalah ketika orang meminta pertolongan pada orang mati, bisa musyrik. Tapi kalau sekedar ditempatkan sebagai praktik budaya, tidak dipahami sebagai ritual memohon pertolongan saya rasa tidak. Artinya, bergantung bagaimana seseorang menyikapi dan meyakini tradisi tersebut. Itu saja menurut saya," pungkasnya.
0 comments:
Posting Komentar