Ilustrasi ( Foto @U-Report ) |
Waktu masih kecil penulis sering di tanya orang, apa cita - cita penulis nanti kalau sudah besar. Ingin berguna (bermanfaat) bagi orang lain, bangsa dan agama. Begitu penulis menjawabnya dengan santai. Ketika itu tak pernah terlintas dalam pikiran sebuah pertanyaan, seperti apa konsep orang yang bermanfaat ? dan secara jujur penulis belum mendengar hadist di atas yang menggariskan agar kita jangan menjadi benalu atau menyusahkan orang lain. Bagaimana kita memahami makna yang tersimpan di dalamnya ?
Manusia yang bermanfaat adalah insan yang kreatif, mandiri dan memiliki jiwa sosial tinggi untuk mencoba membantu menyelesaikan permasalahan di luar dirinya. Bidang garapannya bisa menyentuh semua lapisan sisi kehidupan. Dalam bahasa sederhana, orang yang bermanfaat dapat disamakan dengan seorang pahlawan. Dari gagasan ini kita bisa menangkap, standar orang yang bermanfaat belum tentu orang yang pendidikannya tinggi, orang kaya maupun orang yang jabatannya bergengsi.
Orang yang bermanfaat bisa muncul kapan dan dimana pun tanpa dibentuk, namun lahir karena panggilan nuraninya sendiri. Singkatnya, manusia bermanfaat bisa dimaknai sebagai orang yang sudah bisa mengarifi tujuan dan hakikat hidup yang sebenarnya.
Di samping itu, setidaknya terdapat tiga hal yang menandakan orang tersebut bisa dikatakan bermanfaat dalam pergaulan kehidupan bermasyarakat.
Pertama, hidupnya senantiasa dicari orang karena kemampuan pribadinya. Maksudnya bukan dikejar - kejar layaknya penjahat, perampok maupun buron pihak keamanan. Namun orang memerlukannya karena dia memiliki keterampilan tersendiri atau masyarakat membutuhkannya, sebab dia mempunyai kelebihan khusus dibanding lainnya. Dengan catatan, karunia Allah SWT. tersebut dimanfaatkan pada jalan kebaikan yang diridhai-Nya.
Kedua, kalau menderita sakit diperhatikan orang. Sakit adalah bagian dari siklus kehidupan manusia dan penderitanya perlu mendapatkan perawatan. mengingat orang yang bermanfaat itu hidupnya seringkali dibutuhkan orang, maka apa pun yang menimpa dirinya menjadi perhatian orang lain. Misalnya ketika dia sakit, masyarakat dengan sendirinya menyempatkan diri memperhatikan dengan cara menjenguk dan mendoakannya agar lekas diberi kesembuhan.
Ketiga, apabila dia meninggal dunia, mayoritas orang akan merasa kehilangan dengan kepergiannya. Semua manusia akan mengalami kematian yang datangnya tidak bisa diperkirakan. Untuk mengantisipasinya, kita mesti senantiasa berbuat baik terhadap siapa pun dan mencurahkan segala anugerah yang kita miliki dijalur-Nya.
Pada akhirnya seperti ungkapan yang sudah memasyarakat, 'harimau mati meninggalkan belang, gajah mati menyisakan gading dan manusia mati meninggalkan nama."
Penulis masih begitu mengingat mengenai satu ucapan Imam Syafi'i. Beliau berkata, "Ketika saya lahir, semua orang yang menyambut kehadiranku di dunia ini tersenyum bahagia. Namun tatkala saya menutup mata untuk selamanya menghadap ilahi rabbi, orang yang menjadi saudaraku bersedih karena merasa kehilangan dengan kepergian jasadku." Ungkapan beliau tentu layak untuk kita renungkan sebagai bekal agar kita mampu menjadi orang yang bermanfaat. Amin.
0 comments:
Posting Komentar