Ilustrasi patung ( foto @u-report ) |
Pada dasarnya, Islam mengharamkan patung, baik patung manusia maupun patung binatang. Pengharaman itu bertambah derajatnya jika patung itu merupakan makhluk yang disanjung tinggi seperti raja, nabi seperti halnya Nabi Isa a.s. di kalangan orang Kristen dan lembu di kalangan orang Hindu.
Para ulama setuju bahwa memiliki patung dengan tujuan sebagai perantara (wasilah) kepada Sang Pencipta dalam berdoa maupun untuk disembah dan dipuja jelas hukumnya haram. Alasannya, sebab Dzat yang wajib diagungkan oleh umat Islam hanya satu, yakni Allah SWT.
Di sisi lain, sebagian ulama berpendapat, patung yang didirikan untuk mengingat orang - orang ternama seperti ilmuwan, ulama dan pemimpin negara adalah dibolehkan walaupun hukumnya makruh. Kesimpulannya, ulama bersepakat bahwa patung dianggap halal apabila ada faedahnya dan dianggap haram jika sebaliknya.
Adapun hikmah diharamkannya patung adalah untuk menjaga tauhid dan menjauhkan umat dari menyerupai kaum penyembah berhala yang berujung pada ke mustrikan (menyekutukan Allah SWT). Sikap ini tentu saja sebagai tindakan pencegahan awal dari Agama.
Akan tetapi, para ulama memperbolehkan patung (boneka) yang digunakan oleh anak - anak sebagai bahan mainan, baik dalam bentuk boneka manusia maupun boneka binatang. Sebab semua itu rendah nilainya dan hanya dijadikan hiburan serta sarana pendidikan bagi anak - anak.
Pendapat para ulama ini disandarkan pada riwayat yang didapatkan dari Ummul Mu'minin. Siti Aisyah, "Saya biasa bermain-main dengan boneka dari Rasulullah dan teman - temanku datang kepadaku. Kemudian mereka menyembunyikan boneka - boneka itu karena takut kepada Beliau. Akan tetapi beliau suka dengan kedatangan mereka itu kepadaku, lalu mereka bermain - main denganku" (HR. Muslim dan Bukhari).
Di dunia barat, pemerintah seringkali mengabadikan orang - orang besarnya dalam bentuk patung yang diletakkan di tempat - tempat bersejarah, museum, dibuatkan tugu maupun dipasang pada jalan - jalan utama. Kita tidak boleh meniru mereka, karena kita punya aturan sendiri. Dari sinilah barangkali ada kalangan yang bertanya, kalau memang patung dilarang oleh Islam, lalu bagaimana umat Islam mengenang jasa baik orang - orang yang telah berjuang namun sudah meninggal dunia ?
Islam mempunyai cara sendiri dalam mengabadikan orang - orang berjasa. Cara yang paling tepat dan diridhai Islam dalam mengabadikan mereka, (baca : orang - orang yang beriman, shalih dan bertakwa) ialah di dalam hati dan pikiran melalui media lisan dengan menceritakan kebaikan, amal usaha serta peninggalan - peninggalan baik mereka.
Selain itu, cerita mereka tertanam dalam sanubari, mengharumkan majelis dan tempat pendidikan. Sebagai contoh, Rasulullah Saw, para khalifah, para pemuka Islam dan para imam tidak diabadikan dengan bentuk materi maupun dipahatkan dalam bentuk patung. Keabadian mereka hanya semata - mata karena sifat - sifat baik (biografi atau manaqib) yang diceritakan orang - orang salaf (generasi terdahulu) kepada orang - orang khalaf (generasi belakangan).
Sebagai catatan penutup dan perlu menjadi pegangan bersama, Islam tidak menyukai tindakan berlebihan di dalam menghormati seseorang bagaimana pun martabatnya, baik ketika masih hidup maupun sesudah meninggal dunia. Tak salah kiranya, apabila Rasulullah Saw sendiri mengatakan," Janganlah kamu menghormati aku seperti orang - orang Nasrani menghormati Isa putra Maryam. Akan tetapi katakan bahwa aku adalah hamba Allah dan pesuruh-Nya." (HR. Bukhari).
0 comments:
Posting Komentar