Ilustrasi Qadli ( Foto @U-Report ) |
Semalaman Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, tidak dapat tidur, matanya susah terpejam dan beliau diliputi kegelisahan yang luar biasa. Pada malam yang dingin saat keberadaannya di Damaskus, beliau sedang sibuk memikirkan siapa yang bakal dipilih menjadi Qadli (hakim) untuk kawasan Bashrah (suatu kota yang dibangun oleh kaum muslimin setelah Irak ditaklukkan mereka) yang kelak akan menegakkan keadilan di tengah masyarakat, memberikan putusan sesuai dengan hukum Allah dan dalam menegakkan Al Haq, dia tidak sedikit pun takut baik di saat senang ataupun ketakutan.
Pilihannya hanya tertuju pada dua orang yang sama - sama kredibel, memiliki pemahaman agama yang baik, tegar di dalam menegakkan kebenaran, memiliki pemikiran yang bercahaya dan jeli di dalam memandang sesuatu. Setiap kali beliau mendapatkan kelebihan pada saat satunya dalam satu sisi, beliau juga menemukan kelebihan itu ada pada yang satunya lagi dalam sisi yang lain.
SAMA - SAMA BAIK
Pada pagi harinya, beliau memanggil gubernur untuk Irak, 'Adiy bin Artha'ah seraya berkata kepadanya, "Wahai 'Adiy, pertemukanlah antara Iyas bin Muawiyah Al Muazanni dan Al Qasim bin Rabi'ah Al Haritsi. Berbicaralah kepada keduanya mengenai peradilan Bashrah dan pilihlah salah satu dari keduanya sebagai Qadil."
Adiy berkata, "Sam'an wa tha'atan, (mendengar dan patuh) terhadap titahmu, wahai Amirul Mukminin."
Akhirnya, Adiy bin Artha'ah mempertemukan antara Iyas dan Al-Qasim seraya berkata, "Sesungguhnya Amirul Mukminin mudah - mudahan Allah memanjangkan umurnya, menyuruhku supaya mengangkat salah satu dari Anda berdua untuk menjadi Qadli di Bashrah, bagaimana pendapat kalian ?"
Maka masing - masing mereka berbicara tentang kawannya, bahwa dia lebih berhak daripada dirinya dengan jabatan ini dan menyinggung keutamaan, ilmu dan fiqihnya serta hal - hal lainnya.
Adiy berkata, "Kalian berdua tidak boleh meninggalkan majelisku ini kecuali bila telah kalian selesaikan urusan ini."
Lalu Iyas berkata kepadanya, "Wahai gubernur, tanyakanlah kepada dua orang ahli fiqih Irak; Al Hasan Al Bashri dan Muhammad bin Sirin tentang saya dan Al Qasim, karena keduanya adalah orang yang paling bisa membedakan antara kami berdua."
UTAMAKAN KEJUJURAN
Pada waktu sebelumnya, Al Qasim banyak mengunjungi kedua ahli fiqih tersebut. Sedangkan Iyas tidak ada hubungan sama sekali dengan keduanya. Maka tahulah Al Qasim bahwa Iyas sebenarnya ingin membuat dirinya yang terpilih.
Demikian juga, bila sang Amir (gubernur) meminta mendapat kepada keduanya, maka keduanya selalu menunjuk ke dirinya bukan Iyas. Maka, dia langsung menoleh ke arah gubernur seraya berkata, "Wahai Amir, jangan tanyakan lagi kepada siapa pun tentangku dan dia. Demi Allah yang tidak ada Tuhan yang haq selain Dia, sesungguhnya Iyas adalah orang yang lebih faham tentang agama Allah dan lebih mengerti tentang peradilan daripadaku. Jika aku berdusta di dalam sumpahku ini, maka engkau tidak boleh menunjukku sebagai Qadli, karena sudah saya melakukan kebohongan. Dan jika aku berkata jujur, maka engkau juga tidak boleh menunjuk orang yang kurang keutamaannya padahal ada orang yang lebih utama darinya."
Maka Iyas menoleh ke arah gubernur dan berkata kepadanya, "Wahai gubernur, sesungguhnya telah dihadirkan seseorang untuk engkau jadikan sebagai Qadli, namun engkau menghentikannya di pinggir neraka Jahannam, lalu dia berusaha menyelamatkan dirinya dengan sumpah palsunya yang senantiasa dia mohonkan agar Allah mengampuninya dan dia dapat selamat dari apa yang dia takutkan."
Adiy berkata kepadanya, "Sesungguhnya orang yang memiliki pemahaman sepertimu itu amat pantas untuk dijadikan Qadli." Kemudian dia menunjuk Iyas bin Mu'awiyah sebagai Qadli di Bashrah.
0 comments:
Posting Komentar