Kahfi dikenal sebagai anak yang hidupnya sangat sederhana dan menerima apa adanya. Sejak kecil pun ia tak pernah berulah yang aneh - aneh.
Tak ada yang menduga, Rabo, 06 Januari 2015 dini hari, Salah satu kompleks Pesantren Darul Quran Qal Irysad, Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta, akan ludes di lalap api. Satu santrinya, Muhamad Nidhom El-Khafi (14), turut menjadi korban jiwa dalam peristiwa tersebut.
Kahfi, biasa teman - teman mereka memanggilnya, tak tertolong karena ditengarai sedang tidur pulas saat api melahap bangunan kompleks pesantren. Kahfi ditemukan meninggal di kamar kompleks Firdaus. Kompleks pesantren di mana Kahfi dan santri lainnya tinggal.
Meninggalkan Kahfi bukan tanpa firasat, bahkan ibunya pernah dikabark kejadian tersebut lewat mimpi beberapa bulan lalu saat liburan pesantren.
"Liburan di pondok kan ke Jawa Barat. Ibunya itu bermimpi bahwa katanya Kahfi pulang dan bilang kalau ia mimpi rusun pondoknya terbakar. Kalau saya sendiri tidak ada firasat," ungkap Duryadi (38), ayah Kahfi.
MENGGAMBAR KEJADIAN
Selain firasat keluarganya, Kahfi seperti telah tahu apa yang akan terjadi. Dua minggu sebelum kejadian naas itu, pada saat mengikuti mata pelajaran di sekolahnya, Kahfi malah asyik menggambar. Apa yang digambar Kahfi adalah suasana pondok pesantren yang terbakar dan di dalamnya ada santri tidur. Hasil gambar itu kemudian diperlihatkan kepada teman - temannya. Karena gambar itu dianggap mengada - ada saja, lalu disimpan oleh kakak kelasnya.
"Katanya baru geger dicari - cari setelah kejadian itu, lalu diberikan ke saya gambarnya. Kiainya yang datang ke sini bilang, ini sudah dibimbing malaikat," ujar Duryadi.
Gambar firasat kematian yang dibuat Kahfi sungguh nyata, persis seperti apa yang terjadi di Pesantren Darul Quran. Ada beberapa susunan kompleks. Dilukiskan ada kobaran api. Di dalamnya ada dua santri terbakar, satu terbakar penuh dilalap api, satunya hanya terbakar bagian rambutnya. Kejadian itu persis seperti yang digambar Kahfi. Selain Kahfi, benar ada satu anak yang juga terlambat menyelamatkan diri dan rambutnya terbakar. Tapi, untung segera terbangun dan selamat. Kahfi seperti mengerti apa yang akan terjadi pada malam itu.
Menurut ayahnya, seperti diceritakan teman - temannya, keanehan lain yang baru disadari setelah Kahfi pergi untuk selamanya adalah saat malam naas itu, biasanya Kahfi tidak terlalu peduli dengan pakaiannya. Pada malam itu, menjelang tidur, semua baju - bajunya dilipat dan ditata di tempat tidurnya. Selain itu, Kahfi juga tidak biasanya tidur di kamarnya. Ia sering memilih tidur di luar kamar dan di lorong - lorong kompleks. "Kata temannya, sebelum tidur, Kahfi bilang, sekali - kali saya mau tidur di kamar surga firdaus dulu, nama kompleksnya kan firdaus," ucap ayahnya
PRIBADI ANAK SEDERHANA
Di mata keluarganya, Kahfi adalah anak yang nerima alias sederhana dalam menjalani hidup. Bahkan, sejak kecil tidak pernah meminta hal yang aneh - aneh atau barang mahal. padahal, dilihat dari kondisi perekonomian keluarganya, Kahfi tergolong anak keluarga berada. Kata ayahnya, dulu sekali Kahfi pernah bilang, kalau mau beli motor lagi, nyuruh beli motor yang biasa saja. Karena belum sempat ditunaikan keinginan Kahfi, dua hari setelah meninggalnya, Ayahnya langsung membeli motor yang pernah disarankan Kahfi untuk dibeli. Kahfi adalah anak tertua dari tiga bersaudara.
"Anaknya itu nerimo, tidak neko - neko. Pas mau liburan ke Bandung, liburan sekolah kemarin, sandalnya hilang. Mau dibelikan sandal nggak mau, malah pakai punya saya," ujar ayahnya.
Soal pakaian, Kahfi sering memilih memakai pakaian yang sudah dipakai bapaknya. Di depan rumahnya, di Dusun Sawahan, Pandowoharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta, Ibunya membuka toko pakaian, meski demikian, Kahfi tak seenaknya mengambil pakaian meski butuh.
"Sarung saja kalau butuh dia tidak ngambil di toko, malah bawa punya saya," ungkap Duryadi.
Kahfi juga tidak pernah protes saat diberikan apapun oleh ayahnya. Soal uang, Kahfi tak pernah berpikir panjang, dikasih uang berapa pun selalu diterima. Kalau habis, baru nelepon lagi dari pesantren. Dihadapan orang yang lebih tua, Kahfi selalu tampak diam. Ketika bersama keluarganya, Kahfi terbilang anak yang pendiam. Jarang banyak bicara. Hal kesederhanaan dan sikap nerimo itu yang selalu terkenang di ingatan keluarganya. Jauh dari kesan anak yang manja di mata keluarganya.
Namun menjelang kematiannya, ada hal diluar kebiasaan Kahfi, kata Dimyati, soal pakaian. Tiba - tiba Kahfi menjadi sering belanja pakaian, mulai kaos, jaket dan pakaian yang lain. Keluarganya juga tak menegur, meski sikapnya tiba - tiba berubah. Mereka mengira karena butuh atau ikut - ikut temannya.
"Semua pakaiannya itu sekarang nggak ada, ludes ikut terbakar," ungkapnya.
Setiap pulang liburan atau sejak kecil, Kahfi juga jarang keluar, kata ayahnya, Anaknya lebih senang di rumah.
"Awalnya dirinya tak sanggup menerima kenyataan tersebut, Mengapa Kahfi menjadi korban kejadian tersebut. anehnya, hanya Kahfi sendiri. Tetapi, setelah diberikan gambar yang dilukis sendiri oleh almarhum, Duryadi tesadar bahwa apa yang terjadi adalah takdir. Dan, Kahfi sendiri juga seperti tahu apa yang akan terjadi pada dirinya sendiri. Ia menyampaikan pesan lewat gambar.
"Awalnya saja berat menerima kenyataan ini. Sejak dikasih gambar ini, saya mulai lebih ringan menghadapi kenyataan ini," pungkasnya.
0 comments:
Posting Komentar