Ilustrasi |
Manusia yang telah tergabung didalam kelompok bukan berarti sudah memiliki kecukupan untuk hidup. Mereka masih membutuhkan hubungan sosial dengan kelompok-kelompok manusia lainnya. Untuk memungkinkan tercapainnya hubungan antar kelompok sosial manusia setiap kelompok manusia mereka harus membuat suatu dewan perwakilan (pemimpin) untuk mewakili mereka dalam melukan hubungan baik didalam kelompok maupun diluar kelompok.
Tugas seorang pemimpin adalah bertugas dalam menampung semua aspirasi dan keluh kesah rakyat. Selain itu, seorang pemimpin juga harus bisa memberi keputusan dan solusi yang tepat untuk menyejahterakan rakyat yang ada dikelompoknya.
Dalam islam,pemimpin biasa disebut khalifah yang memiliki arti (wakil, penganti, duta)yang mana lebih tepatnya disebut orang yang tidak hanya memiliki tugas sebagai pengatur ekonomi dan hal-hal kedunian yang lain, namun juga untuk memimpin kaum muslim kedalam hal yang lurus sesuai ketentuan syariat islam, sebagai penganti pemimpin sepeniggalan Rasulullah Saw.
Nabi s.a.w bersabda:
من و لى من أمورأمتى ثي
“Barang siapa mengurusi sesuatu urusan dari urusan-urusan ummatku kemudian dia tidak bersungguh-sungguh dan tidak berlaku jujur kepada mereka, maka haramlah syurga kepadanya”
Sahabat Umar berkata:
من راىمنكم في ا عو جاجافليقومه
“Barang siapa melihat padaku diantara kamu kebengkokkan, maka hendaklah diluruskan”
Disini islam telah sangat menjaga akan kemaslahatan umatnya dengan cara memberi peningalan berupa sabdah atau petuah perkataan, baik dari nabi maupun para sahabat untuk dipelajari dan diikuti umat selanjutnya supaya tidak ada ketimpangan yang terjadi.
Dalam pandangan ilmu Fiqh siyasah, telah diulas tentang hubungan antara pemerintahan dengan rakyatnya dalam upaya menciptakan suatu kesejahteraan dan kemaslahatan bersama. Beberapa tokoh yang ahli ilmu ushul menetapkan bahwa dalam islam kekuasaan hanya bisa ditangan rakyat yang diwakili oleh ahlul halli dan wa aqdi yang dalam pemilihannya biasanya di angkat dari orang-orang yang memiliki pengaruh atau terkemuka dalam masyarakatnya.
Mereka pula yang memilih kepala Negara dan mereka pula yang memecatnya apabila kepala Negara yang telah dipilih berbuat kesalahan.
Untuk memilih seorang pemimpin, dalam islam telah terdapat beberapa kretria yang dapat dijadikan tolak ukur dalam pemilihannya:
- Harus memiliki konsekuensi nilai kepatuhan kepada Tuhan yang tinggi
- Cerdas yaitu selalu memiliki kesegaran akan pemikirannya dan memiliki kepekaan akan rakyatnya.
- Jujur dalam arti dia selalu terbuka apa adanya kepada rakyatnya.
- Adil mimiliki tingkat emosional yang stabil sehingga dalam mengambil keputusan yang tepat dan berimbang tidak selalu terpengaruh suasana.
- Tegas memiliki arti dalam menghadapi suatu masalah dia lugas tidak plin-plan.
- Rendah hati dalam kepribadian nya yaitu tidak sombong, dan semena-mena.
- Sehat fisik maupun rohani, dan berwibawa atau memiliki karisma yang berbeda sehingga membuat segan dari pada rakyatnya dan lawan-lawannya.
Bila mana dalam kriteria tersebut masih belum cukup dalam pemilihan kader.dapat pula diambil dari percontohan beberapa tokoh pemimpin masalalu islammisalnya gaya kepemimpinanpada zaman Rasulullah Saw, empat khulafaul rasyidin atau model kepemimpinan kesultanan padaabad pertengahan.
Setelah beberapa kriteria tersebut terlampaui dan terlaksana kita sebagai rakyat tidaklah boleh sepenuhnya menyalahkan apa-apanya yang berhubungan dengan kerusakan, kegagalan yang ada itu semata-mata karena pemimpin. KarnaAllah SWT telah berfirman yang mana dalam tidak hanya ditujukan kepada pemimpin umat tapi juga kepada rakyatnya juga.
Dalam QS. Al-Baqarah ayat 11.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ قَالُواْ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ -١١“
Dan bila dikatakan kepada mereka “janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”, mereka menjawab, “sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (QS. Al-Baqarah: 11)
Dalam Riwayat Al-Bukhari dan Muslim:
على المرء المسلم السمع والطاعة في عسره ويسره ومنشطه ومكرهه مالم يؤمربمعصية الله فإن أمر بمعصية الله فلا سمع ولا طاعة له
“Wajib atas manusia muslim mendegar dan menuruti, baik diwaktu suka maupun diwaktu susah, baik diwaktu rajin maupun diwaktu malas, selama tidah disuruh maksiat kepada Allah. Jika disuruh maksiat kepada Allah, maka tak boleh didengar dan tak boleh ditaati”
Dari beberapa keterangan diatas,islam telah menyempurnakan maziyah ini, yang mana islam telah memberi pengajaran bahwa kepala negara atau pimpinan suatu daerah tidak memiliki keistimewaan melainkan ketaatan rakyatnya kepada dia dalam hal yang ma’ruf.
Diluar itu mereka hanya sebatas seorang rakyat biasa. Oleh karana itu dalam islam, sudah menjadi kewajiban harus dari pada rakyat menjadi cerdas, dan peka untuk membantu, memberi ruang untuk berpikir dan membantu memberi masukan sekirannya itu dibutuhkan.
Artikel ini adalah kiriman dari Sahabat AkuIslam.ID bernama Mochammad Hamdan Khuzaini, Mahasiswa Uin Maulana Malik Ibrahim Malang, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam.
0 comments:
Posting Komentar